Pages

Sabtu, 06 September 2008

pornografi dan prno aksi

Girls Myspace Comments
MyNiceSpace.com




Pemerkosaan Adalah Seni???????/

Siapa sih orang yang nggak terangsang dengan dibukanya aurat cewek cantik berbadan sexy dan bahenol, ditambah liukan tubuh ketika berjalan, ditambah senyum manis tersungging seraya bilang “hai cowok…..”. Mati kutulah para adam yag melihat sesosok peri dan keindahan duniawi yang tak terperi

Kita bias lita itu sebagai warna dari kehidupan sehari-hari. Bukan hanya kota besar sepeerti Jakarta tapi sudah merambah ke pinggiran kota lainnya. Sebenarnay apa tujuan si wanita, dan apa yang dicari si lelaki dari mengamati tubuh si wanita dari ujung kaiki sampe ujung rambut. Ya biasanya si wanita mang lebih suka klo di puji cantik oleh setiap kaum adam. Makannya bagaimanapun caranya dia ingin menarik hati si adam pake cara apapun. Nah si adam sendiri menikmati detik2 itu sebagai moment cari cewek sebanyak-banyaknya, di tambah fakta yang menbuktikan bahwa jumlah adam lebih minus ketimbang jumlah hawa. Hal hal-hal kecil seperti inilah yang mengusung maraknya porno aksi dan ponografi di Negara kita. Terlebih lagi aksi2 sensual tersebut diusung kembali oleh para artis kita yang setiap hari nongol di TV. Sekan mereka bangga dengan diri mereka, bangga menjadi pusat perhatian dri segi sensualitas. Kata mereka itu seni. Ya itu memang seni yang diolah oleh orang-orang provisional di bidangnya masing2. tapi jika kita menganut paham itu maka pemerkosaan, pelecehan sexual, perdagangan wanita, aborsi, perselingkuhan dan berbagai macam yang lain adalah hasil terapan dari seniman2 yang ingin menyalurkan bakat seni masing-masing.

Cerita di kantor polisi
Ketika polisi menagkap pelaku pemerkosaan yang dilakukan oleh seorang remaja kepada seorang nenek. Lalu timbul percakapan:
Polisi : siapa nama kamu
Pelaku : Andy pak,,,,,,,
Polisi : Apa motif kamu melakukan pemerkosaan itu, sama nenek-nenek lagi,,,,(kayak g
da cewek lain ajah”pikir si polisi”)
Pelaku : kan sekarang udah banyak yang memperkosa gadis pak,,,
bahkan ada loh gadis yang minta diperkosa biar di bilang nggak kuper,,,,
Polisi : Sudah berapa kali kamu melakukan itu sama nenek
Pelaku : Baru 1 kali kok pak,,,,,,,
Polisi : Kalau sama orang lain?
Pelaku : Belum pernah pak
Polisi : Jadi kamu juga masih perjaka? Memangnya kamu nggak sayang perjaka kamu kamu kasih ke nenek-nenek?
Pelaku : Ya abis gimana pak,,,,temen-temen saya bilang, orang itu harus punya seni,,seni dalam menikmati hidup,, trus yang namanya seni itu adalah hal yang benar2 dirancang secara matang dan diusahakan beluma ada yang menyerupai,,,nah makanya saya melakukan itu dengan nenek-nenek biar g kuno dan ketinggalan jaman dan dibilang punya seni. Nah bapak punya jiwa seni nggak?
Polisi :Seni,,,,,,,,,,,,,,,,,,,?????????///
^_^???????
Wah wah wah ternyata ,,, jika alas an seni memperkosa bisa di masukkan dalam penjara, trus bagaimana sama orang yang memicu tibulnya hasrat sexual yang bias menimbulkan pemerkosaan dengan dalih itu adalah seni, bukannya harus di hokum lebih parah?

Trus bagaimana kita harus memandang itu semua? Tanya pada diri kaian sendiri….bagaimana kalian menyikapi fenomena dunia yang telah tenggelam dalam arus barat yang mengaburkan paham moral dan agama di bumi Indonesia ini.

Bagaimana nasib Indonesia selanjutnya…..
Tanya pada kaum muda sekarang, mau di bawa kemana masa depan Indonesia. Karena Indonesia ada di tangan mereka nantinya. Apa nanti akan timbul Indonesia sebagai Negara yang menghargai pemerkosaan sebagai seni????????//


Wassalam……….

Selasa, 29 Juli 2008

akankan indonesia terus bodoh

realita sekarang meyakinkan kita akan satu hal
kita dijajah kembali, sadarkah kita?
kita di jajah secara intelektualitas,dijajah moral kita
tapi kita tidak menggubris sama sekali
bahkah tidak menyadari sama sekali
yakin atau tidak indonesia hanyalah negara nama saja
isi, pemikiran, dan kegiatan kita di sortir dan di batasi oleh asing
kita jadi bingung kita merasa benar atas tindakan kita, tapi dunia menyalahkan
dan sebaliknya
kita merasa bahwa sesuatu itu adalh salah, tapi dunia meyakinkan kita bahwa itu adalh benar

bahkan cara berfikir kita akan kemaujuan negara kita sendiri dibatasi oleh ketidakmampuan kita menahan gejolak arus asing yang semakin menguasai negara kita secara moral dan intelektualitas kita
kapan anak2anak bangsa biasa bangkit dari kebodohan ini
berjuang atas nama bangsa da kebebasan bernegara?

Rabu, 28 Mei 2008

DARIKU UNTUK INDONESIAKU

Indoesia kian terpuruk tepat di perayaan Kebangkitan Indonesian yang ke 100 tahunnya. Kebangkitan yang di rayakan di tangah kebangkrutan yang semakin memuncak di era 2008 ini .
Saking banyaknya koruptor yang merajalela ditangah bisingnya rumor kenaikan BBM, semakin meruncingya pertikaian antar agama yang merambah masuk ke dunia politik, semakin meluasya penjajahan intelektual yang mengikis habis cara berfikir kita dalam menyikapi masalah negara. di tambah lagi semakin terkekangnya kita dalam memainkan arus moneter yang menjawab semua pertanyaan yang terlontar dari mulut para rakyat yang dibungkam.

Presidan pun dikabarkan sakit karena memikirkan nasib apa yang sedang menimpa Indonesia. sekarang kita lihat saja masalah yang menjadi polemik baru-baru ini. Kwnaikan dan kelangkaan BBM. Negara kita yang di berikan kekayaan penuh atas SDA yang melimpah tidak menutupkamunginan unuk membali SDA yang kia miliki. oh sungguh tragi memang , tapi mau bagai mana lagi, susunan kepamerintahan sendiri daja yang terbantuk dan tersusun dari orang-orang yang berotak cerdas ,dari orang-orang yang teruji kredibilitasnya tiadak mampu menghadapi masalah moneter yang dialami oleh bangsa ini , sampai-sampai harus mengorbankan rakyat untuk menjadi tumabal dari masalh ini. padahal banyak jalam menuju roma , banyak jala pula cara lain yang bisa ditempuh tanpa menjadikan masyarakat sebagai tameng. timbul pertanyaan apa gunanya kepintaran mereka? apa gunanya belajar sampai ke luar negri tapi tidah bisa mengilhami keadaan negri sendiri.

Dari jani-jani pemilu yang di tawarkan penuh dengan hal yang muluk-muluk ,tapi ampasnya saja tidak terlihat apalagi di rasakan. Apa akan di biarkan saja terus begini?katanya bangkit di tahun yang ke 100-tapi bangkit apanya ? jumlah koruptornya? jummlah rakyat mislinnya? atau bangkit harga BBM nya ?ya semuanya memang bankit, tapi bangkit menuju keengsaraan ,bangkit menuju kebodohan, bangkit menuju kemalarata masal. inilah ironinya seluruh rakyat merayaka hari kebangkitn itu dengan sorak sorai kegembiraan di lapangan istora senayan jakarta baru-baru ini. di peragakan pula para polisi abri yang unjuk gigi untuk menunjukkan ketangkasan mereka tapi mana? apa? apa saja yang di lakukan selama ini dengan malihat kondisi bangsanya yang di hancurkan dari dalam tanpa ada yang menyadari?di mana mereka saat indonesia membutuhkan perlindungan dair mereka?

diperagakan pula beragam budaya dari sabang sampai merauke. tapi apa? apa bukti dari dihargainya kebudayaan negeri . apa hanya di hargai di hari kebankitan saja ...oh di hargai 1 hari dari 365 hari yang lain. apa tujuan di gelarnya pesta kebangkitan nasional?untuk merayakan apa? mereka bilang untuk membangkitkan semangat para pemuda untuk membangun kembali i ndonesia. untuk membangkitkan semangat saja harus mengeluarkan biaya berapa rupiah. tapi hanya itu yang kita dapat hanya semangat yang menyala-nyala. tapi bukan itu , bukan itu yang indonesia butuhkan. lebih dair semangat. indonesia butuh awal langkah untuk maju. indonesia membutuhkan podasi baru iuntuk membangun negeri ini. indonesia membutuhkan intelek-intelek untuk memikirkan solusi terbaik untuk segala masalah yang berkecamuk sekarang ini. perinsip indonesia adalah dari oleh untuk rakat. hidupkan kembali semboyan itu, jangan malah rakyat yang terus di jadi kan tumbal kesalahan pemerintahan.

apa guna pemikiran yang terus di kecam oleh para rentenir indonesia. ini saatnya kita mulai dari diri kita mulai untuk terbebas dari kecaman rentenir dunia. bebaskan cara berfikir kita. jadilah indonesiawan yang mandiri tanpa terus meminta.!!!!!!!


dari ku untuk indonesiaku

indonesia belum merdeka?

Negeri Ini Belum Merdeka!
Edisi 157/Tahun ke-4 (11 Agustus 2003)

Blarr! Bom kembali meledak. Kali ini tepat di jantung pertahanan negeri ini, Jakarta. Weleh, hebat juga yang melakukannya ya? Berani masuk menerobos dan hasilnya cukup bikin ketar-ketir siapa pun. Masih sulit menebak siapa pelaku di balik serangan bom di Hotel JW Marriott 5 Agustus 2003 lalu, menewaskan 9 orang. Tapi yang pasti, umat Islam kembali diftnah. Sedih deh.

Sebab, banyak orang berspekulasi bahwa pelakunya diduga kuat dari kalangan Islam garis keras. Yang jadi icon-nya siapa lagi kalo bukan Jamaah Islamiyah, kelompok yang sampe sekarang pun masih belum jelas keberadaannya. Jangan-jangan itu memang simbolisasi yang diberikan oleh Amrik dan antek-anteknya untuk memberikan citra buruk kepada Islam. Atau.. mungkinkah ini aksi intelijen asing untuk menggoyang negeri ini? Kalo iya, berarti negeri ini udah kehilangan kedaulatannya. Belum merdeka dong? Iya lah, gimana bisa disebut merdeka kalo masih bisa disusupi pihak asing, apalagi mereka leluasa ngobok-ngobok negeri ini.

Sobat muda muslim, itu sekadar contoh terbaru untuk menggambarkan betapa negeri ini selalu dirundung malang. Masih jauh dari standar negeri yang merdeka. Emang sih, dari segi pembangunan secara fisik kerap dilakukan. Jakarta dan kota besar lainnya jadi belantara beton. Tapi kondisi ekonomi dan tingkat kesejahteraan rakyatnya masih banyak yang berada di bawah standar.

Sekadar kamu tahu, utang luar negeri Indonesia yang berhasil dikoleksi sekitar Rp 745 triliun. Utang dalam negeri mencapai Rp 655 triliun. Udah gitu, biasanya kondisi ini berbanding lurus dengan buruknya masalah sosial; maraknya kriminalitas dan kejahatan seksual. Maka, maraknya berita tentang pembunuhan, pencurian, pelacuran dan perkosaan menjadi satu indikasi kalo negeri ini benar-benar nggak berdaya mengurusi masalah kehidupan ini.

Satu lagi masalah yang menyumbang beban bagi negeri ini adalah kondisi kehidupan remaja yang udah sebelas-duabelas dengan gaya hidup di Amrik dan Eropa. Remaja Indonesia, khususnya yang muslim, udah kadung terpesona dengan gemerlap kehidupan Barat yang dikemas dengan apik. Tujuannya, sangat jelas. Yakni untuk meracuni pemikiran dan perasaan remaja Islam. Pendek kata, biarin deh agamanya yang tertulis di KTP adalah Islam, tapi kehidupan sehari-hari sebisa mungkin kudu klop dengan garis kehidupan yang diajarkan ideologi lain.

Sobat muda muslim, kita udah capek ngelihat banyak fakta tentang buruknya kualitas pribadi remaja negeri ini. Gimana nggak, kebanyakan remaja negeri ini lebih memilih berprestasi di dunia hiburan, ketimbang jadi ilmuwan. Masih betah dengan predikat remaja funky, ketimbang remaja intelektual. Begitu pun dengan remaja Islam pada umumnya, lebih suka dianggap gaul, ketimbang dapat sebutan remaja masjid. Waduh!

Nah di bulan ini, khususnya setiap tanggal 17 Agustus biasanya rakyat negeri ini suka cita merayakan hari kemerdekaannya. Beragam acara digelar dan digeber abis. Mulai tingkat RT sampe tingkat nasional. Untuk memeriahkan dirgahayu kemerdekaan itu, lagi-lagi banyak orang lebih memilih hiburan. Kali aja emang bisa menghilangkan sutris di otak.

Itu sebabnya, dari tahun ke tahun kita cuma disuguhi dengan beragam lomba yang membosankan, bahkan kesannya main-main doang. Gimana nggak; lihat aja balap karung, lomba makan kerupuk, bersaing untuk ambil uang koin yang ditancepin di jeruk bali yang udah dilmuri oli, penonton pun dibuat terpingkal-pingkal menyaksikan adegan lucu masukin belut ke dalam botol. Lomba gaple juga digeber abis-abisan. Terakhir, biasanya ditutup dengan pagelaran seni dan budaya. Maka jangan kaget, meski yang tampil adalah artis-artis lokal dan amatiran pula, tapi sambutan tetep hangat.

Hmm� alih-alih mikir untuk memaknai kemerdekaan yang sebenarnya, sekadar untuk lomba pun nggak kreatif dan cuma bikin jumud. Apa nggak dicoba bikin lomba karya ilmiah misalnya, atau lomba menulis artikel tentang kemerdekaan, atau bisa juga digelar lomba pidato. Peserta dilatih untuk bisa memberikan opini yang sejujurnya tentang kemerdekaan. Yup, kagak pake acara sensor-sensoran isi materi. Biarkan peserta �ngoceh� memberikan opini jujur tentang kemerdekaan yang udah diraih. Pastinya lebih menarik. Bahkan mungkin akan memberikan suasana baru. Sangat boleh jadi malah memberi pemahaman baru untuk memaknai kemerdekaan yang hakiki. Jadi cerdas deh.

Barat? Masih jadi idola tuh!
Kagak bisa boong. Bener. Barat dengan gaya hidupnya masih jadi idola remaja dan kaum muslimin pada umumnya di sini. Dicontek abis setiap tren yang muncul dari sana. Barat, sampai saat ini identik banget dengan gaya hidup kapitalisme-sekularisme yang melahirkan tuntunan hidup bernama permisivisme (serba boleh dalam berbuat) dan hedonisme (memuja kenikmatan jasadi dan materi).

Nah, dua paham ini menjadi begitu menarik banyak orang untuk mengekspresikan dalam hidupnya. Ngak percaya? Kehidupan malam Jakarta yang bertabur bisnis esek-esek menjadi satu bukti. Betapa banyak orang merasa aman melakukan kegiatan asusila. Kenapa? Karena ukuran susila dan asusila jadi bias. Ukuran yang berlaku dalam perbuatan itu adalah mendatangkan manfaat secara materi dan kepentingan tertentu. Bukan didasarkan kepada boleh apa nggak perbuatan itu dilakukan. Pokoknya, norma masyarakat, apalagi norma agama, kudu minggir kalo berhadapan dengan urusan ini. Wasyah.

Itu sebabnya, kita bisa saksikan bahwa kebebasan berekspresi para seleb jadi begitu liar. Inul, Ira Swara, Minel, Uut Permatasari, Anisa Bahar, Putri Vinata wa akhwatuha yang berkecimpung di dunia musik dangdut bebas merusak moral penontonnya. Nggak ada perasaan telah bersalah. Karena memang begitulah gaya hidup yang dilakoninya. Bebas nilai!

Malah ada juga seleb yang merasa bangga mendapat gelar �MBA�, alias Married by Accident. Liat aja Enno Lerian, yang pas nikah udah hamil duluan. Begitu melahirkan anaknya, doi sih asyik-asyik aja. Nggak tampak guratan rasa malu di wajahnya. Kita khawatir banget kalo ternyata jalan hidupnya diikuti oleh banyak remaja muslim. Aduh, jangan sampe deh.

Kejahatan di negeri ini tetap menjadi masalah yang sampe sekarang nggak bisa kelar. Selalu saja tiap hari ada tindak kejahatan. Nyaris sepertinya negeri ini memang nggak pernah aman. Akhirnya kita kudu mikir lagi deh, bahwa kebebasan yang digembar-gemborkan selama ini, memang bakalan menjadi kuburan buat yang memperjuangkannya.

Bener. Siapa suruh mengemban kebebasan? Tanggung sendiri akibatnya! Padahal, manusia itu kudu dibimbing, kudu ada yang ngasih tahu satu sama lain. Maklumlah, kalo di rumah masih bisa dikendalikan, udah di luar rumah mah kayak kuda keluar dari kandangnya. Terus berlari tak kenal henti.

Maka, kalo kita masih menjadikan kebebasan sebagai patokan hidup, tunggu aja kehancurannya. Bukan nakut-nakutin lho, tapi kita mengingatkan aja. Al-Quran udah menjelaskan sebab-sebab kutukan Allah kepada masyarakat Yahudi yang antara lain tak ada sistem kontrol masyarakat mereka. Firman-Nya: �Mereka satu sama lain selalu tidak melarang tindakan munkar yang mereka perbuat. Sesungguhnya amat buruklah apa yang selalu mereka perbuat itu.� (TQS al-Maaidah [5]: 79)

Hmm.. kita pantas khawatir banget euy jika kita terus begini. Ini karena kita melupakan aturan Allah, dan lebih seneng pake aturan buatan manusia. Mari kita renungkan dalam-dalam firman Allah Swt.: �...Jika kamu (hai kaum muslimin) tidak melaksanakan apa yang telah diperintahkan Allah itu, niscaya akan terjadi kekacauan di muka bumi dan kerusakan yang besar.� (TQS al-Anfaal [8]: 73)

Bro, kalo kita masih menjadikan Barat sebagai idola, masih memuja tren yang muncul dari sono tampa mikirin halal-haram, itu artinya kita masih betah dijajah ama gaya hidup mereka. Kalo yang nyontek gaya hidup Barat adalah seluruh penduduk, termasuk penguasa di negeri ini, itu namanya memang negeri ini belum merdeka (backsound: kasihan.. deh eluh!)

Meraih kemerdekaan hakiki
Siapa sih yang nggak kepengen merdeka? Gerombolan si Berat di komik Donald Bebek aja bawaannya pengen ngabur mulu dari penjara. Nggak betah idup dibelenggu atau didikte orang. Emang enak hidup dijajah? Sori lha yauw.

Cuma, karena model penjajahan yang berlaku ini nggak secara fisik (baca: militer), jadinya nggak kerasa kalo kita sebetulnya sedang dijajah secara ekonomi, sosial, budaya, juga politik. Sadar ngapa, bro?

Merdeka adalah terbebasnya kita dari segala penghambaan kepada hawa nafsu dan aturan orang lain, seraya kita mengikatkan dan menundukkan diri kita sepenuhnya kepada Allah Swt. Sebab, itulah sebaik-baik penghambaan kita. Kalo sekarang kita masih terjajah oleh hawa nafsu, dikendalikan dan didikte oleh orang lain, maka kita jelas masih terjajah alias belum merdeka. Padahal dalam shalat, kita udah berikrar kepada Allah, bahwa kita akan menyerahkan segalanya kepada Allah Swt. Firman-Nya: "Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam,� (QS al-An��m [6]: 162)

Inilah hakikat kemerdekaan. Kalo kita bicara soal masyarakat, berarti masyarakat yang merdeka adalah masyarakat yang berhasil melepaskan diri dari cengkeraman aturan masyarakat lain, begitu pula dengan negara. Negara yang merdeka adalah negara yang mandiri, dan tidak dikendalikan oleh aturan negara lain. Kalo sekarang? Kita masih terjajah, kawan. So, masyarakat kita masih belum bisa melepaskan ikatan yang dijeratkan ideologi kapitalisme.

Tragisnya lagi, kita malah menjadi pejuang pesan-pesan ideologi kufur ini. Sebut saja, masyarakat kita masih doyan bergaya hidup permisive alias bebas nilai. Makna kebahagiaannya adalah banyaknya materi yang berhasil dikoleksi, bukan lagi ridho Allah. Itu sebabnya, kemudian masyarakat kita dituntut untuk melakukan hal yang haram sekalipun untuk meraih kebahagiaan materi. Bila perlu nyari harta dengan cara gila-gilaan. Masyarakat kita pun malah fasih melafalkan dan melaksanakan ide demokrasi ketimbang Islam. Ini menunjukkan bahwa masyarakat kita masih menjadi bagian dari masyarakat Barat. Dan itu artinya belum merdeka.

Lalu ngapain kita? Putus hubungan dengan penjajah! Why? Iya dong, kalo kita mau mandiri, maka kita kudu melepaskan segala ikatan yang dibuat oleh pihak lain. Caranya? Nah, karena model penjajahan sekarang beda dengan dulu, maka kita kudu berani melepaskan segala ikatan dengan paham ideologi kapitalisme atau sosialisme-komunisme dan segala paham asing yang bertentangan dengan Islam. Baru kemudian kita mengikatkan sepenuhnya kepada Islam. Sebab, mengikatkan diri kepada Islam adalah bentuk ketundukan dan kepasrahan yang benar dan baik. Shahih banget dah!

Juga sungguh aneh bila ada remaja yang bermandikan peluh dalam mengikuti berbagai lomba pada perayaan kemerdekaan, sementara ia sendiri nggak ngeh bahwa hakikatnya sedang dijajah. Aduh, kasihan sekali ya?

Wujud putus hubungan dengan penjajah juga adalah kita menolak dengan tegas setiap ide atawa paham yang bertentangan dengan Islam. Pakaian kita kudu sesuai dengan ajaran Islam, makanan dan minuman kita juga sesuai dengan aturan Islam. Pokoke, sistem kehidupan kita wajib Islam. Yup, dalam Khilafah! Itu baru disebut merdeka. Mari maju bersama! ?

Selasa, 27 Mei 2008

utang luar negri dan ekonomi rakyat

Didik J. Rachbini

UTANG LUAR NEGERI DAN EKONOMI RAKYAT

PENGANTAR

Apakah ada hubungan antara utang luar negeri dengan ekonomi rakyat? Jawabannya tentu saja tidak bisa dikatakan tidak karena utang pemerintah pada saat ini, khususnya utang luar negeri, sudah berperan sebagai faktor, yang mengganggu APBN. Bahkan faktor gangguan yang berasal dari utang luar negeri tersebut sudah menampakkan signal negatif pada pertengahan 1980-an ketika terjadi transfer negatif. Utang pokok dan bunga yang dibayar kepada negara donor dan kreditor ketika itu sudah lebih besar dari utang yang diterima oleh pemerintah.

Hubungan utang dengan ekonomi rakyat terlihat pada dimensi APBN sekarang ini, yang sulit dijelaskan sebagai bentuk anggaran suatu pemerintahan yang normal. APBN dengan beban utang yang berat, baik utang luar negeri maupun utang dalam negeri, merupakan simbol ketidakwajaran dari instrumen kebijakan ekonomi negara ini. Dalam keadaan seperti ini, maka ekonomi masyarakat sangat terganggu.

Pada satu sisi, utang luar negeri Indonesia sudah menjadi beban kronis dari APBN sehingga anggaran negara tersebut tidak memiliki ruang yang memadai untuk manuver. Anggaran pengeluaran habis terkikis oleh pengeluaran untuk utang luar negeri. Dengan demikian, APBN Indonesia sudah menjadi instrumen yang sulit bergerak, kartu mati, dan bahkan mengganggu ekonomi nasional secara keseluruhan.

Pada sisi lain, APBN sendiri merupakan instrumen kebijakan pemerintah, yang sangat penting. Tetapi sekarang instrumen tersebut sudah menjadi kartu mati, yang tidak bisa dipakai secara leluasa untuk kepentingan ekonomi masyarakat luas, termasuk kepentingan ekonomi rakyat.

KARTU MATI APBN

Rasio Utang Indonesia terhadap pendapatannya (PDB) bukan hanya melewati batas aman sekitar 50 persen, tetapi telah melewati rekor negeri miskin dimanapun di dunia ini. Bayangkan, rasio utang terhadap pendapatannya mencapai tidak kurang dari 120 persen. Itu berarti bahwa pendapatan seluruh penduduk selama setahun tidak cukup untuk utang tersebut.

Setiap penduduk kini memiliki utang luar negeri tidak kurang dari 750 sampai 800 dollar AS. Itu juga berarti bahwa setiap keluarga menanggung beban utang sekitar 4000 dollar AS. Sementara itu, pendapatannya rata-rata hanya sekitar 600 dollar AS per kapita atau sekitar 3000 dollar AS per keluarga. Jadi, utangnya jauh lebih banyak dari pada pendapatan rata-rata setiap penduduk selama setiap setahun.

Negara-negara Amerika Latin, yang dianggap sebagai model kelompok negara yang terjebak utang (“debt trap”), hanya mempunyai rasio utang terhadap PDB antara 30-40 persen. Angka ini sudah dianggap gawat dan pemerintah di negara-negara ini sudah merasa perlu melakukan langkah-langkah politik terhadap anggarannya.

Indikator utang Indonesia pasca krisis lebih buruk dari kelompok negara Amerika Latin tersebut. Negeri ini memiliki sudah rasio utang terhadap PDB sampai 130 persen. Tetapi pemerintah, Tim Ekonomi, Menteri Keuangan sangat merasa biasa dan tidak perlu usul pemotongan utang (“haircut”) atau langkah-langkah lain, yang dapat meringankan rakyat. Seolah-olah tidak ada apa-apa dan kebijakan utang dijalankan seperti masa normal. Pembayaran utang apa adanya diajukan ke DPR dengan konsekwensi menguras anggaran dengan jumlah pengeluaran yang begitu besar.

Karenanya, pemerintah mengajukan usul kepada DPR untuk membayar cicilan pokok dan bunga utang tidak kurang dari 70 trilyun. Sementara itu, utang yang hendak diperoleh dari kreditor hanya 34,7 trilyun rupiah. Jadi, ada defisit atau “negatif outflow” tidak kurang dari 35 trilyun rupiah. Sementara itu, anggaran pembangunan langsung yang diharapkan dapat dinikmati masyarakat hanya 47,1 trilyun rupiah atau 14 persen saja terhadap total belanja negara. Jadi, APBN 2002 ini betul-betul habis hanya untuk bayar utang, bayar gaji pegawai negeri yang tidak produktif, dan menambal subsidi.

Dalam kondisi sangat darurat ini, maka DPR tidak bisa lagi hanya berbicara dengan retorika anggaran berdasarkan pembukuan biasa, tetapi sudah sangat perlu berbicara dengan nurani. Apakah layak hak rakyat terhadap anggaran musnah untuk membayar utang najis tersebut? Sekarang ini pula saatnya untuk mengukur nyali anggota dewan terhormat. Jadi, mesti dihindari kegenitan retorika teknokrat yang hampa politik, dengan mengajukan secara tegas keputusan yang berpihak pada rakyat.

Dalam rangka menyelamatkan APBN, maka pemerintah bersama DPR harus mengambil keputusan-keputusan yang penting. Keputusan tersebut perlu dilakukan berdasarkan kepentingan maayarakat luas, termasuk di dalamnya hak ekonomi rakyat.

Keputusan pertama dan utama adalah pernyataan politik secara formal bahwa anggaran sudah gawat dan telah melanggar batas-batas hak ekonomi rakyat atas anggaran yang terkuras untuk membayarnya. Utang yang dibuat oleh regim yang korup di masa lalu tidak bisa dibayar begitu saja. Rakyat harus dibela hak-haknya untuk mendapatkan kucuran anggaran pembangunan yang layak.

Keputusan kedua adalah menetapkan pengurangan pembayaran utang setidaknya separuh dari yang diajukan pemerintah dari hampir 70 trilyun rupiah (cicilan pokok 41,5 trilyun rupiah, cicilan bunga 27,4 trilyun rupiah) menjadi 30 trilyun rupiah. Keputusan ini diminta untuk dilanjutkan oleh pemerintah dengan diplomasi ekonomi kepada negara kreditor, dengan menyampaikan aspirasi rakyat, yang disalurkan oleh DPR.

Keputusan ketiga, meminta pemerintah (tim ekonomi) secara kreatif untuk mengurangi pembayaran utang melalui berbagai kombinasi kebijakan (diplomasi ekonomi), yakni : a) diplomasi penjadwalan ulang dengan kreditor, b) mengusulkan skema-skema “Debt equity swap” (untuk lingkungan, program kemiskinan, kemanusiaan, dll), c) mengajukan pemotongan utang (karena Indonesia tanpa Jakarta sudah miskin berat).

Keputusan keempat, panitia anggaran mengalokasikannya untuk keperluan-keperluan yang sangat penting bagi pembangunan masyarakat. Dengan demikian, maka anggaran pembangunan langsung bisa ditingkatkan lebih besar lagi, termasuk mengurangi defisit.

Jika tim ekonomi tidak mampu, maka DPR dan partai-partai memikir ulang posisi eksekutif, yang bertanggung jawab terhadap bidang ekonomi dan fiskal ini. Sebaiknya diminta orang-orang yang berkemampuan politik dan diplomasi ekonomi yang baik, dalam rangka keberpihakkan kepada rakyat.

MEMASUNG EKONOMI RAKYAT

Peningkatan pajak sulit bermanfaat jika harus dimasukkan pada APBN yang bocor. Rasio pajak terhadap PDB juga telah meningkat, sampai 13 persen, tetapi hanya tersisa sangat sedikit untuk pembangunan langsung. Masyarakat kehilangan haknya atas anggaran publik sehigga akses terhadap program kesehatan, pendidikan, pangan dan infrastruktur sosial lainnya berkurang sangat drastis.

Peningkatan deviden BUMN untuk APBN sama saja. Sumbangan trilyunan rupiah untuk APBN terkuras untuk membayar utang luar negeri, yang jumlahnya tidak kurang dari 70 trilyun (cicilan pokok dan bunga). Jumlah ini sudah memperhitungkan kemungkinan penjadwalan utang. Jika angka penjadwalan diperhitungkan, maka beban utang luar negeri yang jatuh tempo pada tahun diperkirakan mencapai 100 trilyun. Belum lagi beban utang domestik dan pengeluaran rutin lainnya, yang tidak bisa dihindari. Jadi, kunci persoalan adalah beban utang luar negeri, yang telah melampaui batas kemampuan suatu negara untuk melayaninya. Bahkan jumlah beban pembayaran utang tersebut telah memasung hak ekonomi masyarakat luas atas anggaran publiknya.

Pemerintah telah bermain-main dengan nasib rakyat, yang mutlak mempunyai hak terhadap anggaran publik tersebut. Tetapi praktek kebijakan publik dan implementasi anggaran dari regim yang korup telah menghilangkan kesempatan tersebut. Tim ekonomi hanya mempunyai visi teknis fiskal belaka, bahwa utang itu merupakan kewajiban negara untuk membayarnya. Padahal, kerugian paling besar terbebankan kepada masyarakat luas.

Tidak ada sama sekali visi ekonomi politik dari tim ekonomi pemerintah untuk membela kepentingan masyarakat luas, dengan cara membebaskan sebagian beban utang, yang merupakan produk dari praktek kebijakan yang disortif dan praktek korupsi yang meluas pada masa regim yang lalu. Korupsi di sini termasuk birokrat asing, yang juga sangat menikmati keuntungan super normal dari proyek-proyek utang luar negeri, yang biasa di-“mark up”. Usaha diplomasi untuk membagi beban resiko di masa lalu tidak dilakukan sehingga resiko kesalahan rancangan utang dan kesalahan prakteknya di lapangan hanya dibebankan kepada pihak Indonesia.

DPR nampaknya juga bermain-main dengan anggaran publik ini karena tidak memiliki konsep yang matang untuk membebaskan APBN 2002 dari beban utang, yang mencekik leher. Bahkan pembicaraan tentang APBN di DPR pada pertengahan Oktober tahun yang menjadi “deadlock” dan hanya menghasilkan skema penjadwalan utang, yang tidak memberi ruang cukup bagi APBN untuk berfungsi sebagai instrumen kebijakan yang positif.

Itu juga berarti bahwa partai, yang berkuasa, juga mempertaruhkan nasib politiknya pada teknokrat, yang hampa politik. Negara dan masyarakat mempunyai hak untuk tidak membayar sebagian utang yang najis, penyimpangan yang dilakukan dalam keputusan kebijakan dan implementasinya di lapangan. Tetapi pembelaan atas kesalahan kebijakan publik ini tidak nyata sehingga pembahasan berjalan apa adanya.

Pendekatan para teknokrat hanya bersifat teknis fiskal belaka, dengan akibat yang mesti ditanggung oleh masyarakat luas. Padahal masalahnya adalah “political economy”, yang harus dijalankan dengan tindakan politik, diplomasi ekonomi, dan bahkan tindakan kolektif dari “stake holders”, yang berkepentingan terhadap APBN.

Jika transaksi utang individu perusahaan, maka kewajiban pihak yang melakukan transaksi membayarnya. Transaksi utang individu ini berbeda dengan transaksi utang publik dimana pihak yang tidak memutuskan ikut menanggung resiko dan beban atas kesalahan pengambilan keputusan tersebut. Karena itu, syarat adanya transaksi pada domain publik adalah transparansi, akuntabilitas, dan demokrasi.

Utang luar negeri adalah keputusan politik, yang berada pada domain publik. Ini berbeda dengan transaksi individu atau pertukaran swasta. Pada kebijakan publik prasyarat-prasyarat keterbukaan, transparansi, demokrasi dan tahapan yang baik merupakan bagian dari elemen yang penting. Jika prasyarat itu tidak ada, maka transaksi tersebut pasti merugikan publik. Utang luar negeri juga merupakan keputusan publik, yang prasyarat-prasyaratnya sangat tidak memenuhi standar, tetapi dijalankan dengan pola pemerintahan yang tertutup dan otoriter.

Potensi untuk memperbaiki mekanisme kebijakan publik tersebut mati karena sifat pemerintahan, yang sangat represif. Akibatnya, ribuan proyek yang berjalan dengan anggaran dari utang luar negeri sangat penuh dengan praktek korupsi, “mark up”, dan perburuan rente. Proyek-proyek menjadi tidak efisien dan negara menanggungnya dengan beban pembayaran yang mahal dan mencekik tadi.

Transaksi publik yang menyimpang dan dinodai praktek korupsi pemerintah dan birokrasi dapat dituntut untuk tidak dibayar begitu saja. Dalam kasus utang luar negeri, praktek korupsi juga dilakukan oleh birokrat asing dan perusahaan pelaksananya. Publik dan masyarakat luas memiliki hak untuk melindungi anggarannya dari praktek seperti itu. Visi seperti ini yang tidak dimiliki pemerintah dan DPR, yang tengah membahas APBN 2002.

Jika itu dilakukan, maka pemerintah ini tidak jauh berbeda dengan Orde Baru, yang mempermainkan hak rakyat atas anggaran. Resikonya, ekonomi masyarakat, program kesehatan, pendidikan, pembangunan infrastruktur sosial, dan pembangunan lainnya tidak bisa dijalankan.

Anggaran dikuras untuk membayar utang luar negeri tidak kurang dari 69 trilyun rupiah. sedangkan utang yang diterima hanya sekitar 34 trilyun rupiah. keadaan “negative outflow” seperti ini telah terjadi sejak 1986, tetapi dibiarkan semakin memburuk.

Pertanyaannya, mengapa ada hak rakyat atas anggaran tersebut tidak dipertimbangkan? Mengapa hanya hak kreditor saja uang dihitung? Jawabnya terletak pada visi pemerintah dan teknokrat pengambil keputusan tidak menimbang hak ekonomi politik rakyat atas anggaran tersebut. Kelopmok ini memang hampa politik

PENUTUP

Demikianlah, pembahasan masalah utang luar bluar negeri ini dilakukan dengan mengaitkan dimensi utang yang sudah menjadi jebakan (debt trap”) dalam kaitannya dengan anggaran publik dan ekonomi rakyat yang lebih luas. Utang yang besar telah menjadi beban anggaran, yang pada gilirannya menjadi beban publik, termasuk di dalamnya adalah ekonomi rakyat.

tutuntutan rakyat pada pemerintahan indonesia

LIMA TUNTUTAN UMAT (L U M A T)

Oleh : Redaksi 25 May 2008 - 5:00 am

FORUM UMAT ISLAM
Sekretariat: Gedung Menara Dakwah Lantai 3, Jl. Kramat Raya No. 45 Jakarta
Telp. 021-8305848, 3909059, Fax. 021-8305848, 3103693
بسم الله الرحمن الرحيم

LIMA TUNTUTAN UMAT (L U M A T)

Pemerintah SBY-JK telah terbukti berkali-kali berbohong. Dalam soal kenaikan harga BBM, Pemerintah berbohong dengan menyatakan bahwa pencabutan subsidi BBM harus dilakukan, karena menurut keterangan pemerintah subsidi BBM sebesar Rp. 120,8 Trilliyun (dalam APBNP 2008) tersebut, 40%nya (sebesar Rp. 48,3 Triliyun) dinikmati oleh orang kaya. Padahal, 60% (Rp. 72,5 Triliyun) subsidi untuk orang miskin, sehingga pencabutan subsidi BBM berarti pencabutan hak orang miskin.

Sementara itu Pemerintah tetap mensubsidi para konglomerat berupa bunga rekap sekitar Rp. 40 Trilliyun per tahun dan tetap membayar riba hutang luar negeri kepada kapitalis barat penghisap darah rakyat sekitar Rp. 50 Trilliyun. Jadi total uang yang dialokasikan oleh Pemerintah yang digunakan sepenuhnya untuk para konglomerat dan asing adalah sekitar Rp. 90 Trilliyun.

Oleh karena itu, maka kami ormas-ormas Islam dan tokoh-tokoh serta ulama yang tergabung dalam FORUM UMAT ISLAM (FUI) MENDESAK DAN MENUNTUT KEPADA PEMERINTAH UNTUK :

  1. MEMBATALKAN RENCANA KENAIKAN HARGA BBM

  2. MENURUNKAN HARGA SEMBAKO

  3. MENASIONALISASI ASSET-ASSET NEGARA YANG DIKUASAI ASING

Pemerintahan SBY-JK juga telah berbohong pada tokoh dan ulama serta umat Islam di Indonesia. Dalam pernyataannya pada saat membuka Rakernas MUI tahun lalu di depan para pengurus MUI, Presiden telah berjanji bahwa Pemerintah akan mengikuti nasehat dan pendapat para ulama dalam hal-hal yang berkaitan dengan kebijakan soal agama. Pada kenyataannya hingga saat ini Presiden tidak terlihat tanda- tandanya akan mengeluarkan KEPPRES tentang PEMBUBARAN AHMADIYAH meskipun MUI-FUI dan ormas-ormas Islam telah meminta dengan tegas agar Ahmadiyah dibubarkan.

Begitu juga dalam soal Laboratorium NAMRU-2 milik Angkatan Laut Amerika Serikat, Pemerintah melalui Mensesneg Hatta Rajasa menyatakan bahwa Dino Pati Jalal bukanlah agen Asing. Padahal dalam kenyataannya Dino Pati Jalal telah melakukan penekanan dan intimidasi terhadap para pejabat di berbagai departemen yang terkait kerja sama dengan pihak Amerika Serikat dan meminta kepada para pejabat tersebut jangan sampai mengganggu keberadaan NAMRU-2 milik angkatan Laut Amerika Serikat. Padahal jelas-jelas NAMRU-2 sangat merugikan Indonesia dan telah mengambil berbagai data dan informasi milik Indonesia.

Oleh karena itu, kami juga menuntut pemerintah agar:

  1. MEMBUBARKAN AHMADIYAH DAN MENYATAKAN AHMADIYAH SEBAGAI ORGANISASI TERLARANG DI INDONESIA

  2. MENGUSIR NAMRU-2 DARI BUMI INDONESIA, MENGUSIR TENTARA AS YANG BEKERJA DI NAMRU-2 DAN MEMBERSIHKAN KABINET DARI ANTEK AS.

Apabila Pemerintah tidak memenuhi LIMA TUNTUTAN UMMAT (LUMAT) di atas maka FUI menyerukan kepada masyarakat untuk: MELAKUKAN PEMBANGKANGAN SIPIL KEPADA PEMERINTAH DENGAN CARA MELAKUKAN MOGOK MASSAL NASIONAL.

Demikian seruan dan tuntutan kami, semoga Allah SWT mengabulkan.

Jakarta, 23 Mei 2008 M

ATAS NAMA UMAT ISLAM INDONESIA
FORUM UMAT ISLAM


Ketua_________________________Sekretaris Jenderal


H. Mashadi____________________K.H. M. Al Khaththath


FORUM UMAT ISLAM :
Perguruan As Syafi’iyyah, Komite Indonesia untuk Solidaritas Dunia Islam (KISDI), Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII), Badan Kerjasama Pondok Pesantren Indonesia (BKSPPI), Nahdlatul Ulama (NU), Muhamadiyyah, Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Syarikat Islam (SI), Dewan Masjid Indonesia (DMI), PERSIS, BKPRMI, Al Irsyad Al Islamiyyah, Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI), Badan Kontak Majlis Taklim (BKMT), YPI Al Azhar, Front Pembela Islam (FPI), Front Perjuangan Islam Solo (FPIS), Majelis Tafsir Al Quran (MTA), Majelis Mujahidin Indonesia (MMI), Majelis Adz Zikra, MER-C, PP Daarut Tauhid, Forum Betawi Rempug (FBR), Tim Pembela Muslim (TPM), Muslimah Peduli Umat (MPU), Gerakan Persaudaraan Muslim Indonesia (GPMI), Korps Ulama Betawi, Forum Tokoh Peduli Syariah (FORTOPS), Taruna Muslim, Al Ittihadiyah, Hidayatullah, Al Washliyyah, KAHMI, PERTI, IKADI, Ittihad Mubalighin, Persatuan Islam Tionghoa Indonesia (PITI), Koalisi Anti Utang, PPMI, PUI, JATMI, PII, BMOIWI, Wanita Islam, Missi Islam, Gema Pembebasan, Forum Silaturahim Antarpengajian (FORSAP), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Bulan Bintang (PBB), Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Bintang Reformasi (PBR), Partai Nahdlatul Umat Indonesia (PNUI) dan organisasi-organisasi Islam lainnya.

100 thn kenagkitan nasional

100 Tahun Kebangkitan atau 'Kebangetan' Nasional
Oleh : Redaksi 25 May 2008 - 5:20 am

imageSeorang karib dari Yogya kirim sms. Isinya: "Mas, yang benar Kebangkitan atau Kebangetan atau Kebangkrutan Indonesia 100 Tahun?" TETAP SEMANGAT (huruf kapital) di akhir sms-nya. Tersirat rasa frustrasinya. Padahal dia lulusan FE UGM. Pernah menjabat Ketua BEM. Ogah jadi PNS meski difasilitasi. Terbukti sekarang punya usaha sendiri. Dan kini sering menulis opini.

Malam 20 Mei 2008, seluruh stasiun televisi menayangkan pergelaran '100 Tahun Kebangkitan Nasional' dari Istora Senayan. Ada tiga soal berkait acara ini. Pertama isi acara. Alur tema dengan yang digelar agaknya terputus. Yang diperagakan, ternyata sekadar penggalan tarian daerah. Jakarta dengan ondel-ondel, Bali dengan Barongnya. Sesuatu yang biasa disaksikan sehari-hari. Lantas, bisakah ini jelaskan pertanyaan: 'Apanya yang bangkit?'

Soal kedua saat pergelaran. Dalam kondisi rakyat yang makin terhimpit, dalam keresahan BBM dan BLT, tepatkah gelar perhelatan seakbar itu? Sense of crisis kita memang dangkal. Dan ketiga, perhelatan ini punya pesan ke seluruh Indonesia. Bahwa Indonesia baik-baik saja.

Maka yel-yel pun digelegar. 'Indonesiaaaa Bisaaa'. Sekali lagi, 'Indonesiaaa Bisaaa'. Pertanyaanya: 'Bisa apa?' Perhelatan '100 Tahun Kebangkitan Nasional' memang kaburkan kondisi nyata Indonesia. Kita memang kebangetan. Sesungguhnya Indonesia saat ini tengah menghadapi tiga soal besar. Pertama krisis identitas. Kedua spirit korupsi yang begitu tinggi. Dan ketiga lemahnya berkorban untuk bangsa.

Krisis identitas
imageKata lain krisis identitas, tak lain krisis jati diri. Jati diri dapat disingkap dari lima pertanyaan : siapa kita, dari mana asal usul kita, apa tujuan kita, dimana posisi sekarang dan kini tengah mengerjakan apa. Lima pertanyaan ini harus dijawab dengan jujur. Siapa kita dan asal usul, jelas Indonesia. Tujuan kita, tentu untuk kemakmuran bangsa. Soalnya kini, mengapa hanya segelintir pihak yang nikmati kemakmuran. Di mana posisi Indonesia, ini juga soal besar. Utang Indonesia total sudah capai US$ 150-an miliar lagi. Sumber daya alam, perbankan, dan industri strategis sudah dicaploki asing. BMI yang kita banggakan, toh kepemilikan lokal saat ini hanya 14%. Lantas untuk menjawab kini tengah kerjakan apa, cukup menyimak pergelaran 20 Mei '08. Temanya '100 Tahun Kebangkitan Nasional', tapi isinya tarian daerah. Apa yang dilakukan memang kerap tak nyambung.

Krisis identitas sudah dimulai sejak SD. Yang diburu cuma kepintaran. Yang punya hubungan ke luar negeri, makin ciamik. Dengan kefasihan Inggris, anak-anak disiapkan untuk tak lagi canggung jual negara jika sudah besar nanti. Sekolah yang tekankan karakter cuma satu dua. Lagu-lagu perjuangan jarang lagi terdengar di telinga anak-anak. Berbagai training motivasi pun tumbuh. Manusia Indonesia memang unik. Untuk jadi baik perlu dimotivasi. Namun yang ditawarkan lebih pada pengalaman pribadi. Manfaatnya baru sebatas pribadi.

Hasilnya amat tampak di sebagian politisi. Durasi politisi kita cuma antarpilkada dan pemilu. Sulit dicari yang punya pemikiran 25 tahun ke depan. Yang tua-tua buat partai, bukan untuk majukan yang muda-muda. Dulu waktu menjabat, ngapain. Negarawan makin sulit dicari di Indonesia. Sebagian akademisi kita juga begitu. Larut dalam hingar bingar pemilu, hingga tak sungkan terjun ke berbagai model center para pejabat.

Spirit of corruption
imageAda karikatur yang menggambarkan seorang koruptor terengahengah dikejar massa. Dimanapun tempat tak aman. Hingga tergiringlah ke pengadilan. Tapi justru koruptor itu berkata: "Nah di sini tempat yang paling aman." Maka gelar HAKIM yang mulia pun diplesetkan. Singkatannya jadi begini: Hubungi Aku Kalau Ingin Menang. JAKSA pun disingkat jadi: Jika Akan Kalah Sisipkan Amplop.

Artinya masyarakat sudah amat pesimis. Korupsi di Indonesia memang akut. Bukan hanya massal tapi juga dilakukan secara berjamaah. Korupsi bukan hanya gelapkan uang. Secara psikologis membuat demotivasi massal. Yang baik jadi tak peduli. Yang tak baik, termotivasi untuk berlomba korupsi. Mustahil sih tidak. Tapi untuk sementara ini, membasmi korupsi di corruptors' country bagai menggantang asap.

Lemah berkorban untuk bangsa
imageDalam setiap organisasi ada tiga kepentingan: pribadi, kelompok, dan lembaga. Bagi negara, kepentingan lembaga identik dengan kepentingan rakyat. Bagi yang beriman, inti kepentingan tak lepas kaitnya dengan akhirat. Yang harus diusung, tentu kepentingan lembaga. Namun kepentingan ini sering merugikan kepentingan pribadi. Maka pribadi-pribadi pun membentuk kelompok. Akibatnya kepentingan lembaga disisihkan. Di negara ini, rakyat jadi tumbal karena sudut pandang dan kepentingan sebagian politisi dan sebagian partai. Ujung-ujungnya ada pengusaha di sana. Rakyat hanya ada saat pilkada dan pemilu. Setelah itu nyaris tak ada yang peduli.

Dalam perhelatan 20 Mei '08, presenter berteriak: "Bersama kita pertahankan kedaulatan bangsa". Kedaulatan hakiki itu terletak di mana? Kekuatan politik sebuah bangsa, sesungguhnya terletak di ekonomi. Jika berbagai asset jatuh ke asing, kedaulatan kita ambruk. Lihat Singapura. Lebih kecil dibanding Jakarta. Tapi kekuatan ekonominya yang diperhitungkan dunia, jadi kekuatan politik. Siapa berani lecehkan Singapura. Kabarnya, penerbangan di Indonesia pun dikendalikan dari Changi. Sementara Indonesia, membantu TKW pun tak sanggup. Memburu kapal ikan Thailand, juga kerap gagal karena peralatan kalah canggih. Maka 100 Tahun Kebangkitan atau 'Kebangetan' Nasional? (RioL)

(Erie Sudewo (Social Entrepreneur) ) swaramuslim.com